Label

Minggu, 18 Desember 2016

REABILITAS DAN VALIDITAS


8. Reliabilitas dan validitas
Menggunakan pengukuran sekalah tanpa didahului dengan uji coba merupakan riset yang tidak baik. Setidak-tidaknya satu penelitian uji coba (pilot study) harus dilakukan untuk memastikan Reliabilitas dan validitas pengukuran sekalah yang hendak digunakan. Suatu pengukuran harus memiliki kedua kualitas ini jika ingin dikategorikan sebagai pengukuran yang bermanfaat. Setiap hasil pengukuran selalu mengandung elemen kesalahan di dalamnya. Kesalahan yang masuk ke dalam pengukuran dapat berasal dari berbagai sumber seperti ketidakjelasan dalam merumuskan pertanyaan pada kuesioner, kesalahan teknis yang dilakukan peneliti, atau kesalahan responden ketika menjawab pertanyaan.

A. Reliabilitas
Reliabilitas adalah indikator tingkat ke andalan atau kepercayaan terhadap suatu hasil pengukuran suatu pengukuran disebut reliable atau memiliki ke andalan jika konsisten memberikan jawaban yang sama. Dalam hal penelitian, jika suatu pengukuran konsisten dari satu waktu ke waktu lainnya, maka pengukuran itu dapat diandalkan dan dapat dipercaya dalam derajat tertentu.
Suatu pengukuran yang sama sekali tidak dapat diandalkan berarti tidak mampu mengukur apapun. Pengukuran yang tidak memiliki reliabilitas tidak dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidak nya hubungan antara variabel. Reliabilitas bukanlah suatu konsep yang berdimensi tunggal. Suatu Reliabilitas memiliki tiga komponen di dalamnya: stabilitas, konsistensi internal, dan ekuivalensi.

1. Stabilitas
stabilitas mengacu pada konsistensi hasil. Pengukuran disebut memiliki stabilitas jika kedua pengukuran menunjukkan hasil yang sama atau konsisten. Namun demikian, kita harus cermat dalam menggunakan stabilitas sebagai pengukuran Reliabilitas, karena manusia dapat berubah dari waktu ke waktu. Penilaian Reliabilitas berfungsi membantu dalam melakukan interpretasi dan evaluasi penelitian. Salah satu metode yang menggunakan instrumen statistik koefisien korelasi untuk menghitung Reliabilitas adalah metoda yang disebut "uji-pengujian kembali" yang berfungsi mengukur komponen stabilitas dalam suatu pengujian Reliabilitas. Dalam hal ini, responden yang sama diukur pada dua waktu Yang berbeda, dan suatu kok efisien diantara kedua nilai kemudian dihitung. Namun demikian, teknik uji-pengujian kembali ini memiliki keterbatasan. Untuk mengatasinya, peneliti dapat mengubah cara penyajian kuesionernya.

2. Konsistensi internal
Konsistensi internal merupakan pengujian terhadap setiap artikel yang mana jawaban yang diberikan responden akan menghasilkan suatu skala tertentu. Metoda yang this sebut dengan "teknik belah dua" ini tidak perlu dilakukan dalam dua waktu yang berbeda, tetapi pengujian dibagi dua dan dinilai secara terpisah. Selanjutnya peneliti menghitung koefisien korelasi diantara kedua perangkat skor tersebut.

3. Ekuivalensi
Komponen equivalent sih dari suatu pengujian Reliabilitas berfungsi menilai suatu korelasi relatif antara dua pengujian atau pengukuran yang paralel. Dua instrumen pengukuran dengan artikel yang berbeda, atau teknik pengukuran yang berbeda, dikembangkan untuk mengukur suatu konsep yang sama. Kedua versi instrumen pengukuran itu kemudian diujikan kepada satu kelompok responden dalam waktu yang sama, dan korelasi antara skor dari kedua bentuk pengujian digunakan untuk mengukur Reliabilitas. Suatu kasus khusus komponen ekuivalensi terjadi ketika dua orang pengamat atau lebih menilai fenomena yang sama sebagaimana penelitian analisis isi. Tipe Reliabilitas jenis ini digunakan untuk menilai derajat yang dapat diperoleh atau dihasilkan seorang pengamat dapat diperoleh kembali atau dihasilkan kembali oleh pengamat lainnya. Idealnya, dua individu yang menggunakan ukuran operasional yang sama, dan menggunakan instrumen pengukuran yang sama haruslah menghasilkan kesimpulan yang sama.

B. Validitas
Suatu pengukuran harus pulang memiliki validitas. Validitas mengacu pada seberapa jauh suatu ukuran empiris cukup menggambarkan arti sebenarnya dari konsep yang telah diteliti. Dengan kata lain, suatu instrumen pengukuran yang falid mengukur apa yang seharusnya diukur, atau mengukur apa yang anda kita ukur. Menentukan validitas pengukuran memerlukan suatu evaluasi terhadap kaitan antara definisi operasional variabel dengan definisi konseptual. Pada bagian ini, kita akan mempelajari empat tipe utama pengukuran validitas, dan masing-masing memiliki teknik yang berhubungan untuk evaluasi metode pengukuran, yaitu: 
1. Validitas muka
Tipe pengukuran validitas yang paling sederhana dan paling dasar yang dilakukan dengan cara mengamati instrumen pengukuran untuk menentukan apakah instrumen bersangkutan dapat mengukur apa yang akan diukur. Pada pengukuran file Lee ditas mak tipe pengukuran validitas yang paling sederhana dan paling dasar yang dilakukan dengan cara mengamati instrumen pengukuran untuk menentukan apakah instrumen bersangkutan dapat mengukur apa yang akan diukur. Pada pengukuran validitas muka, peneliti mengemukakan argumentasi bahwa pengukuran yang akan dilakukan tampak baik dengan cara melihat pada indikator pengukuran yang digunakan. Dengan kata lain, validitas muka menunjukkan apakah kualitas suatu indikator tempat beralasan (logis) untuk mengukur suatu variabel. Teknik ini cukup populer digunakan para peneliti melalui argumentasi mereka mengenai validitas pengukuran yang digunakan. Namun validitas muka memiliki keterbatasan karena tidak tersedianya bukti tambahan atas validitas yang digunakan. Ukuran empiris tertentu terhadap suatu konsep penelitian dapat sesuai atau bertentangan dengan kesepakatan umum yang berlaku dan juga dengan gambaran mental yang dimiliki seseorang.

2. Validitas prediktif
Upaya peneliti untuk memeriksa instrumen pengukuran nya terhadap hasil-hasil yang muncul di masa depan akan menghasilkan validitas prediktif atau disebut juga validitas terkait kriteria. Pengukuran yang memiliki validitas prediktif yang baik tidak berarti juga memiliki validitas muka yang sama baiknya. Suatu pengukuran dapat memiliki validitas prediktif yang baik, namun pada saat yang sama kurang memenuhi syarat untuk memiliki validitas muka. Dalam hal ini, kondisi yang bertentangan seringkali terjadi. Satu-satunya faktor yang menentukan validitas prediktif adalah ukuran kemampuan untuk memperkirakan pelaku atau peristiwa masa depan secara tepat. Dalam validitas prediktif, perhatian tidak ditujukan pada konsep apa yang hendak diukur tetapi ia pada apakah instrumen pengukuran dapat memperkirakan sesuatu.

3. Validitas konkuren
Tipe validitas yang memiliki kemiripan dengan validitas prediktif. Pada metode ini, instrumen pengukuran harus diperiksa terlebih dahulu terhadap berbagai kriteria yang ada saat ini. Jika hasil pengujian dapat menunjukkan adanya perbedaan skor kekerasan diantara kedua kelompok, maka dapat dikatakan hasil penelitian memiliki validitas konkuren.

4. Validitas konstruk
Tipe validitas ini memiliki teknik pengukuran yang paling kompleks. Namun secara sederhana dapat dikatakan bahwa validitas konstruk merupakan upaya menghubungkan suatu instrumen pengukuran dengan keseluruhan kerangka kerja teoretis untuk memastikan bahwa pengukuran yang dilakukan memiliki hubungan logis dengan konsep lainnya yang ada dalam kerangka kerja teoretis bersangkutan. Dalam hal ini, peneliti harus mampu menyatakan berbagai hubungan antara konsep Yang tengah diukur dengan variabel lainnya. Peneliti harus menunjukkan bahwa hubungan tersebut adalah benar adanya untuk menunjukkan adanya validitas konstruk.

5. Validitas isi
Pengukuran terhadap validitas isi mengacu pada berapa banyak suatu Quran menjangkau berbagai makna yang tercakup dalam suatu konsep. Misal, suatu pengujian terhadap kemampuan matematika seseorang tidak dapat dibatasi hanya pada fungsi penambahan tetapi perlu juga mencakup pengurangan, pengalihan, pembagian, dan sebagainya. Atau, jika kita mengukur Prasangka (prejudis) pada diri seseorang, apakah pengukuran kita mencakup seluruh jenis prejudis, termasuk prejudis terhadap kelompok rasial dan etnis, agama minoritas. Wanita, orang tua dan sebagainya.

Sumber : Morissan. 2014. METODE PENELITIAN SURVEI. Jakarta: Prada Media Group. (Hal 98-108)

DEFINISI OPERASIONAL



5. Definisi operasional
Ilmu pengetahuan dibangun melalui penelitian yang memiliki tiga elemen utama, yaitu: teori, operasionalisasi, dan observasi. Peneliti harus membuat definisi yang jelas, yaitu batasan mengenai obyek yang hendak ditelitinya. Dalam hal ini, terdapat dua jenis definisi yaitu: definisi konstitutif dan definisi operasional. Definisi konstitutif mendefinisikan kata dengan cara menggantinya dengan kata lain atau konsep lain. Kamus merupakan kumpulan definisi konstitutif. Adapun definisi operasional menjelaskan prosedur yang memungkinkan seseorang mengalami atau mengukur suatu konsep. Suatu definisi operasional menjelaskan dengan tepat bagaimana suatu konsep akan diukur, dan bagaimana pekerjaan penelitian harus dilakukan.

6. Pengukuran
Ide atau gagasan di balik pengukuran sebenarnya sederhana, yaitu memberikan nilai pada suatu abjad, peristiwa, atau apa saja menurut suatu aturan tertentu. Suatu pengukuran mengandung tiga konsep penting: Nilai, peruntukkan, dan aturan.
Nilai. Suatu nilai (numeral) merupakan suatu simbol seperti: V, X, C, atau 5, 10, 100. Suatu nilai memiliki makna kuantitatif jelas (eksplisit). Jika suatu nilai diberikan makna kuantitatif, maka nilai menjadi angka dan dapat digunakan dalam perhitungan matematika dan statistik.
Peruntukkan. Peruntukkan (assignment) adalah penunjukan nilai atau angka kepada suatu abjad atau peristiwa. Sistem pengukuran sederhana mencakup, misalnya, nilai 1 diberikan kepada orang yang memperoleh sebagian besar informasi dari program berita televisi, nilai dua ditunjukkan kepada mereka yang memperoleh sebagian besar informasi yang diketahuinya dari surat kabar, dan nilai tiga diperuntukkan bagi mereka yang menerima sebagian besar informasi dari sumber lainnya.
Aturan. Suatu aturan (rules) menjelaskan cara peruntukkan suatu nilai atau angka. Aturan pengukuran merupakan inti dari setiap sistem pengukuran. Jika aturannya salah, maka sistem nya juga kan salah. Pada kasus tertentu, aturan bersifat jelas dan langsung.

Sistem pengukuran pada penelitian sosial selalu berupaya untuk memiliki sifat isomorfik yaitu dapat menggambarkan realitas. Pada penelitian tertentu, seperti penelitian ilmu alam, isomorfisme tidak menjadi suatu masalah karena obyek yang diukur dan angka atau nilai yang diberikan kepada obyek biasanya memiliki hubungan langsung. Pada penelitian sosial, hubungan antara pengukuran dan realitas seringkali kurang jelas.

A. Indeks dan Skala
Pada bagian ini, kita akan membahas mengenai bagaimana Mengkonstruksi dua tipe ukuran variabel gabungan atau komposit, yaitu: indeks dan skala.
Indeks dan skala (khususnya skala) merupakan instrumen Reduksi data yang efisien karena memungkinkan kita merangkum beberapa indikator dalam satu skor angka tunggal, namun dengan tetap mempertahankan detail yang dimiliki setiap unit indikator.

B. Pengertian indeks dan skala
Baik skala dan indeks merupakan pengukuran variabel yang bersifat gabungan (komposit). Hal ini berarti pengukuran berdasarkan lebih dari satu data yang diperoleh dari berbagai pertanyaan. Jadi skor yang diperoleh responden pada indeks atau skala pada suatu survei ditentukan oleh jawaban yang diberikan terhadap sejumlah pertanyaan pada kuesioner Yang masing masing memberikan indikasi terhadap suatu variabel selain adanya kesamaan antara indeks dan skala sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, kita perlu memahami perbedaan diantara keduanya. Perbedaan indeks dan sekalah ditentukan pada bagaimana keduanya menghasilkan suatu skor atau nilai pengukuran. Dalam hal ini, pengukuran terhadap indeks dilakukan dengan cara menjumlahkan skor yang diberikan terhadap setiap atribut yang mewakili suatu variabel. Kita dapat mengukur, misalnya, tingkat prasangka (prejudice) Yang dimiliki seseorang dengan cara menambahkan jumlah pernyataan yang mengandung muatan prejudice yang disetujui responden.
Pengukuran skala dilakukan dengan memberikan skor terhadap pola-pola jawaban yang mana beberapa pernyataan menunjukkan derajat variabel yang lebih lemah sedangkan beberapa pernyataan lainnya menunjukkan derajat yang lebih kuat.

C. Skala pengukuran
Suatu skala mewakili ukuran campuran dari suatu variabel. Skala umumnya digunakan untuk mengukur variabel kompleks yang digunakan untuk mengukur suatu indikator. Beberapa teknik baru telah dikembangkan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan skala. Pada bagian ini kita akan membahas beberapa teknik pengukuran yang terdiri atas: skala peringkat sederhana dan segala peringkat khusus.

1. Skala peringkat sederhana
Skala peringkat (rating scale) banyak digunakan dalam penelitian ilmu sosial khususnya mengenai media massa. dalam menggunakan skala peringkat ini, peneliti harus memutuskan tipe skala apa yang akan digunakan. Memilih suatu tipe skala lebih merupakan pertimbangan personal, namun terdapat beberapa hal yang harus mendapat pertimbangan peneliti sebelum memutuskan menggunakan suatu tipe skala sebagai berikut:
a. Skala yang memiliki lebih banyak poin memiliki kemampuan lebih baik dalam menunjukkan derajat perbedaan (diferensiasi) variabel.
b. Ukuran skala terbaik adalah 1-10.
Ketika menggunakan skala peringkat sederhana, maka cara yang lebih baik dalam memberikan instruksi kepada responden adalah dengan mengatakan, misalnya, "semakin tinggi nilainya, maka anda semakin setuju".

2. Skala likert
Skala likert merupakan salah satu skala yang paling banyak digunakan pada penelitian sosial. Pada skala likert, peneliti harus merumuskan sejumlah pernyataan mengenai suatu topik tertentu, dan responden diminta memilih apakah ia sangat setuju, setuju, ragu-ragu/tidak tahu/netral, tidak setuju atau sangat tidak setuju dengan berbagai pernyataan tersebut. Setiap pemilihan jawaban memiliki Bobot yang berbeda, dan seluruh jawaban responden dijumlahkan berdasarkan bobot sehingga menghasilkan suatu skor tunggal mengenai suatu topik tertentu.

3. Skala diferensial semantik
Skala diferensial semantik Ini digunakan untuk mengetahui tiga faktor umum yang mencakup aktivitas, potensi dan evaluasi yang digunakan untuk mengukur sikap seseorang. Untuk menggunakan teknik ini, kita harus meletakkan suatu nama atau konsep diatas rangkaian skala sikap berkutub dua yang terdiri atas tujuh atau enam poin, dan berfungsi sebagai jangkar. Melalui teknik ini, peneliti meminta responden untuk menentukan respon mereka dengan cara menandai salah satu nilai yang terdapat di antara dua kata sifat yang paling bertentangan. Kata sifat berkutub dua yang sering digunakan sebagai jangkar antara lain: menyenangkan / tidak menyenangkan, berharga / tidak berharga, jujur / tidak jujur, dan lain-lain.

4. Skala guttman
Skala guttman, atau disebut juga analisis skalogram, menggunakan serangkaian pernyataan yang terkait dengan suatu topik atau isu tertentu, dan kemudian disusun menurut derajat Intensitasnya. Skala guttman dirancang berdasarkan gagasan bahwa sejumlah pernyataan dapat disusun di sepanjang kontinum sedemikian rupa sehingga seseorang atau responden yang setuju dengan suatu pernyataan atau dapat menerima suatu pernyataan juga kan setuju atau dapat menerima pernyataan lainnya yang dinyatakan secara lebih lunak. Dengan kata lain skala guttman disusun berdasarkan fakta bahwa beberapa pernyataan tertentu bersifat lebih ekstrim atau keras dibandingkan pernyataan lainnya.

5. Skala thurstone
Pada pengukuran dengan menggunakan skala ini responden diminta untuk memilih apakah setuju atau tidak setuju dengan sejumlah pernyataan. Teknik dengan menggunakan skala ini sering digunakan pada banyak penelitian sosial khususnya komunikasi. Misalnya, penelitian mengenai efek stres terhadap komunikasi individu. Dengan menggunakan skala ini, peneliti dapat memberikan penilaian tingkat stres responden dengan cara menjumlahkan setiap poin dari pernyataan yang berhubungan dengan berbagai peristiwa yang terjadi pada diri individu pada masa lalu. Namun demikian, metode ini lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan teknik penelitian lainnya karena membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga yang lebih

Sumber : Morissan. 2014. METODE PENELITIAN SURVEI. Jakarta: Prada Media Group. (Hal 75-95)