Label

Minggu, 18 Desember 2016

REABILITAS DAN VALIDITAS


8. Reliabilitas dan validitas
Menggunakan pengukuran sekalah tanpa didahului dengan uji coba merupakan riset yang tidak baik. Setidak-tidaknya satu penelitian uji coba (pilot study) harus dilakukan untuk memastikan Reliabilitas dan validitas pengukuran sekalah yang hendak digunakan. Suatu pengukuran harus memiliki kedua kualitas ini jika ingin dikategorikan sebagai pengukuran yang bermanfaat. Setiap hasil pengukuran selalu mengandung elemen kesalahan di dalamnya. Kesalahan yang masuk ke dalam pengukuran dapat berasal dari berbagai sumber seperti ketidakjelasan dalam merumuskan pertanyaan pada kuesioner, kesalahan teknis yang dilakukan peneliti, atau kesalahan responden ketika menjawab pertanyaan.

A. Reliabilitas
Reliabilitas adalah indikator tingkat ke andalan atau kepercayaan terhadap suatu hasil pengukuran suatu pengukuran disebut reliable atau memiliki ke andalan jika konsisten memberikan jawaban yang sama. Dalam hal penelitian, jika suatu pengukuran konsisten dari satu waktu ke waktu lainnya, maka pengukuran itu dapat diandalkan dan dapat dipercaya dalam derajat tertentu.
Suatu pengukuran yang sama sekali tidak dapat diandalkan berarti tidak mampu mengukur apapun. Pengukuran yang tidak memiliki reliabilitas tidak dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidak nya hubungan antara variabel. Reliabilitas bukanlah suatu konsep yang berdimensi tunggal. Suatu Reliabilitas memiliki tiga komponen di dalamnya: stabilitas, konsistensi internal, dan ekuivalensi.

1. Stabilitas
stabilitas mengacu pada konsistensi hasil. Pengukuran disebut memiliki stabilitas jika kedua pengukuran menunjukkan hasil yang sama atau konsisten. Namun demikian, kita harus cermat dalam menggunakan stabilitas sebagai pengukuran Reliabilitas, karena manusia dapat berubah dari waktu ke waktu. Penilaian Reliabilitas berfungsi membantu dalam melakukan interpretasi dan evaluasi penelitian. Salah satu metode yang menggunakan instrumen statistik koefisien korelasi untuk menghitung Reliabilitas adalah metoda yang disebut "uji-pengujian kembali" yang berfungsi mengukur komponen stabilitas dalam suatu pengujian Reliabilitas. Dalam hal ini, responden yang sama diukur pada dua waktu Yang berbeda, dan suatu kok efisien diantara kedua nilai kemudian dihitung. Namun demikian, teknik uji-pengujian kembali ini memiliki keterbatasan. Untuk mengatasinya, peneliti dapat mengubah cara penyajian kuesionernya.

2. Konsistensi internal
Konsistensi internal merupakan pengujian terhadap setiap artikel yang mana jawaban yang diberikan responden akan menghasilkan suatu skala tertentu. Metoda yang this sebut dengan "teknik belah dua" ini tidak perlu dilakukan dalam dua waktu yang berbeda, tetapi pengujian dibagi dua dan dinilai secara terpisah. Selanjutnya peneliti menghitung koefisien korelasi diantara kedua perangkat skor tersebut.

3. Ekuivalensi
Komponen equivalent sih dari suatu pengujian Reliabilitas berfungsi menilai suatu korelasi relatif antara dua pengujian atau pengukuran yang paralel. Dua instrumen pengukuran dengan artikel yang berbeda, atau teknik pengukuran yang berbeda, dikembangkan untuk mengukur suatu konsep yang sama. Kedua versi instrumen pengukuran itu kemudian diujikan kepada satu kelompok responden dalam waktu yang sama, dan korelasi antara skor dari kedua bentuk pengujian digunakan untuk mengukur Reliabilitas. Suatu kasus khusus komponen ekuivalensi terjadi ketika dua orang pengamat atau lebih menilai fenomena yang sama sebagaimana penelitian analisis isi. Tipe Reliabilitas jenis ini digunakan untuk menilai derajat yang dapat diperoleh atau dihasilkan seorang pengamat dapat diperoleh kembali atau dihasilkan kembali oleh pengamat lainnya. Idealnya, dua individu yang menggunakan ukuran operasional yang sama, dan menggunakan instrumen pengukuran yang sama haruslah menghasilkan kesimpulan yang sama.

B. Validitas
Suatu pengukuran harus pulang memiliki validitas. Validitas mengacu pada seberapa jauh suatu ukuran empiris cukup menggambarkan arti sebenarnya dari konsep yang telah diteliti. Dengan kata lain, suatu instrumen pengukuran yang falid mengukur apa yang seharusnya diukur, atau mengukur apa yang anda kita ukur. Menentukan validitas pengukuran memerlukan suatu evaluasi terhadap kaitan antara definisi operasional variabel dengan definisi konseptual. Pada bagian ini, kita akan mempelajari empat tipe utama pengukuran validitas, dan masing-masing memiliki teknik yang berhubungan untuk evaluasi metode pengukuran, yaitu: 
1. Validitas muka
Tipe pengukuran validitas yang paling sederhana dan paling dasar yang dilakukan dengan cara mengamati instrumen pengukuran untuk menentukan apakah instrumen bersangkutan dapat mengukur apa yang akan diukur. Pada pengukuran file Lee ditas mak tipe pengukuran validitas yang paling sederhana dan paling dasar yang dilakukan dengan cara mengamati instrumen pengukuran untuk menentukan apakah instrumen bersangkutan dapat mengukur apa yang akan diukur. Pada pengukuran validitas muka, peneliti mengemukakan argumentasi bahwa pengukuran yang akan dilakukan tampak baik dengan cara melihat pada indikator pengukuran yang digunakan. Dengan kata lain, validitas muka menunjukkan apakah kualitas suatu indikator tempat beralasan (logis) untuk mengukur suatu variabel. Teknik ini cukup populer digunakan para peneliti melalui argumentasi mereka mengenai validitas pengukuran yang digunakan. Namun validitas muka memiliki keterbatasan karena tidak tersedianya bukti tambahan atas validitas yang digunakan. Ukuran empiris tertentu terhadap suatu konsep penelitian dapat sesuai atau bertentangan dengan kesepakatan umum yang berlaku dan juga dengan gambaran mental yang dimiliki seseorang.

2. Validitas prediktif
Upaya peneliti untuk memeriksa instrumen pengukuran nya terhadap hasil-hasil yang muncul di masa depan akan menghasilkan validitas prediktif atau disebut juga validitas terkait kriteria. Pengukuran yang memiliki validitas prediktif yang baik tidak berarti juga memiliki validitas muka yang sama baiknya. Suatu pengukuran dapat memiliki validitas prediktif yang baik, namun pada saat yang sama kurang memenuhi syarat untuk memiliki validitas muka. Dalam hal ini, kondisi yang bertentangan seringkali terjadi. Satu-satunya faktor yang menentukan validitas prediktif adalah ukuran kemampuan untuk memperkirakan pelaku atau peristiwa masa depan secara tepat. Dalam validitas prediktif, perhatian tidak ditujukan pada konsep apa yang hendak diukur tetapi ia pada apakah instrumen pengukuran dapat memperkirakan sesuatu.

3. Validitas konkuren
Tipe validitas yang memiliki kemiripan dengan validitas prediktif. Pada metode ini, instrumen pengukuran harus diperiksa terlebih dahulu terhadap berbagai kriteria yang ada saat ini. Jika hasil pengujian dapat menunjukkan adanya perbedaan skor kekerasan diantara kedua kelompok, maka dapat dikatakan hasil penelitian memiliki validitas konkuren.

4. Validitas konstruk
Tipe validitas ini memiliki teknik pengukuran yang paling kompleks. Namun secara sederhana dapat dikatakan bahwa validitas konstruk merupakan upaya menghubungkan suatu instrumen pengukuran dengan keseluruhan kerangka kerja teoretis untuk memastikan bahwa pengukuran yang dilakukan memiliki hubungan logis dengan konsep lainnya yang ada dalam kerangka kerja teoretis bersangkutan. Dalam hal ini, peneliti harus mampu menyatakan berbagai hubungan antara konsep Yang tengah diukur dengan variabel lainnya. Peneliti harus menunjukkan bahwa hubungan tersebut adalah benar adanya untuk menunjukkan adanya validitas konstruk.

5. Validitas isi
Pengukuran terhadap validitas isi mengacu pada berapa banyak suatu Quran menjangkau berbagai makna yang tercakup dalam suatu konsep. Misal, suatu pengujian terhadap kemampuan matematika seseorang tidak dapat dibatasi hanya pada fungsi penambahan tetapi perlu juga mencakup pengurangan, pengalihan, pembagian, dan sebagainya. Atau, jika kita mengukur Prasangka (prejudis) pada diri seseorang, apakah pengukuran kita mencakup seluruh jenis prejudis, termasuk prejudis terhadap kelompok rasial dan etnis, agama minoritas. Wanita, orang tua dan sebagainya.

Sumber : Morissan. 2014. METODE PENELITIAN SURVEI. Jakarta: Prada Media Group. (Hal 98-108)

DEFINISI OPERASIONAL



5. Definisi operasional
Ilmu pengetahuan dibangun melalui penelitian yang memiliki tiga elemen utama, yaitu: teori, operasionalisasi, dan observasi. Peneliti harus membuat definisi yang jelas, yaitu batasan mengenai obyek yang hendak ditelitinya. Dalam hal ini, terdapat dua jenis definisi yaitu: definisi konstitutif dan definisi operasional. Definisi konstitutif mendefinisikan kata dengan cara menggantinya dengan kata lain atau konsep lain. Kamus merupakan kumpulan definisi konstitutif. Adapun definisi operasional menjelaskan prosedur yang memungkinkan seseorang mengalami atau mengukur suatu konsep. Suatu definisi operasional menjelaskan dengan tepat bagaimana suatu konsep akan diukur, dan bagaimana pekerjaan penelitian harus dilakukan.

6. Pengukuran
Ide atau gagasan di balik pengukuran sebenarnya sederhana, yaitu memberikan nilai pada suatu abjad, peristiwa, atau apa saja menurut suatu aturan tertentu. Suatu pengukuran mengandung tiga konsep penting: Nilai, peruntukkan, dan aturan.
Nilai. Suatu nilai (numeral) merupakan suatu simbol seperti: V, X, C, atau 5, 10, 100. Suatu nilai memiliki makna kuantitatif jelas (eksplisit). Jika suatu nilai diberikan makna kuantitatif, maka nilai menjadi angka dan dapat digunakan dalam perhitungan matematika dan statistik.
Peruntukkan. Peruntukkan (assignment) adalah penunjukan nilai atau angka kepada suatu abjad atau peristiwa. Sistem pengukuran sederhana mencakup, misalnya, nilai 1 diberikan kepada orang yang memperoleh sebagian besar informasi dari program berita televisi, nilai dua ditunjukkan kepada mereka yang memperoleh sebagian besar informasi yang diketahuinya dari surat kabar, dan nilai tiga diperuntukkan bagi mereka yang menerima sebagian besar informasi dari sumber lainnya.
Aturan. Suatu aturan (rules) menjelaskan cara peruntukkan suatu nilai atau angka. Aturan pengukuran merupakan inti dari setiap sistem pengukuran. Jika aturannya salah, maka sistem nya juga kan salah. Pada kasus tertentu, aturan bersifat jelas dan langsung.

Sistem pengukuran pada penelitian sosial selalu berupaya untuk memiliki sifat isomorfik yaitu dapat menggambarkan realitas. Pada penelitian tertentu, seperti penelitian ilmu alam, isomorfisme tidak menjadi suatu masalah karena obyek yang diukur dan angka atau nilai yang diberikan kepada obyek biasanya memiliki hubungan langsung. Pada penelitian sosial, hubungan antara pengukuran dan realitas seringkali kurang jelas.

A. Indeks dan Skala
Pada bagian ini, kita akan membahas mengenai bagaimana Mengkonstruksi dua tipe ukuran variabel gabungan atau komposit, yaitu: indeks dan skala.
Indeks dan skala (khususnya skala) merupakan instrumen Reduksi data yang efisien karena memungkinkan kita merangkum beberapa indikator dalam satu skor angka tunggal, namun dengan tetap mempertahankan detail yang dimiliki setiap unit indikator.

B. Pengertian indeks dan skala
Baik skala dan indeks merupakan pengukuran variabel yang bersifat gabungan (komposit). Hal ini berarti pengukuran berdasarkan lebih dari satu data yang diperoleh dari berbagai pertanyaan. Jadi skor yang diperoleh responden pada indeks atau skala pada suatu survei ditentukan oleh jawaban yang diberikan terhadap sejumlah pertanyaan pada kuesioner Yang masing masing memberikan indikasi terhadap suatu variabel selain adanya kesamaan antara indeks dan skala sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, kita perlu memahami perbedaan diantara keduanya. Perbedaan indeks dan sekalah ditentukan pada bagaimana keduanya menghasilkan suatu skor atau nilai pengukuran. Dalam hal ini, pengukuran terhadap indeks dilakukan dengan cara menjumlahkan skor yang diberikan terhadap setiap atribut yang mewakili suatu variabel. Kita dapat mengukur, misalnya, tingkat prasangka (prejudice) Yang dimiliki seseorang dengan cara menambahkan jumlah pernyataan yang mengandung muatan prejudice yang disetujui responden.
Pengukuran skala dilakukan dengan memberikan skor terhadap pola-pola jawaban yang mana beberapa pernyataan menunjukkan derajat variabel yang lebih lemah sedangkan beberapa pernyataan lainnya menunjukkan derajat yang lebih kuat.

C. Skala pengukuran
Suatu skala mewakili ukuran campuran dari suatu variabel. Skala umumnya digunakan untuk mengukur variabel kompleks yang digunakan untuk mengukur suatu indikator. Beberapa teknik baru telah dikembangkan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan skala. Pada bagian ini kita akan membahas beberapa teknik pengukuran yang terdiri atas: skala peringkat sederhana dan segala peringkat khusus.

1. Skala peringkat sederhana
Skala peringkat (rating scale) banyak digunakan dalam penelitian ilmu sosial khususnya mengenai media massa. dalam menggunakan skala peringkat ini, peneliti harus memutuskan tipe skala apa yang akan digunakan. Memilih suatu tipe skala lebih merupakan pertimbangan personal, namun terdapat beberapa hal yang harus mendapat pertimbangan peneliti sebelum memutuskan menggunakan suatu tipe skala sebagai berikut:
a. Skala yang memiliki lebih banyak poin memiliki kemampuan lebih baik dalam menunjukkan derajat perbedaan (diferensiasi) variabel.
b. Ukuran skala terbaik adalah 1-10.
Ketika menggunakan skala peringkat sederhana, maka cara yang lebih baik dalam memberikan instruksi kepada responden adalah dengan mengatakan, misalnya, "semakin tinggi nilainya, maka anda semakin setuju".

2. Skala likert
Skala likert merupakan salah satu skala yang paling banyak digunakan pada penelitian sosial. Pada skala likert, peneliti harus merumuskan sejumlah pernyataan mengenai suatu topik tertentu, dan responden diminta memilih apakah ia sangat setuju, setuju, ragu-ragu/tidak tahu/netral, tidak setuju atau sangat tidak setuju dengan berbagai pernyataan tersebut. Setiap pemilihan jawaban memiliki Bobot yang berbeda, dan seluruh jawaban responden dijumlahkan berdasarkan bobot sehingga menghasilkan suatu skor tunggal mengenai suatu topik tertentu.

3. Skala diferensial semantik
Skala diferensial semantik Ini digunakan untuk mengetahui tiga faktor umum yang mencakup aktivitas, potensi dan evaluasi yang digunakan untuk mengukur sikap seseorang. Untuk menggunakan teknik ini, kita harus meletakkan suatu nama atau konsep diatas rangkaian skala sikap berkutub dua yang terdiri atas tujuh atau enam poin, dan berfungsi sebagai jangkar. Melalui teknik ini, peneliti meminta responden untuk menentukan respon mereka dengan cara menandai salah satu nilai yang terdapat di antara dua kata sifat yang paling bertentangan. Kata sifat berkutub dua yang sering digunakan sebagai jangkar antara lain: menyenangkan / tidak menyenangkan, berharga / tidak berharga, jujur / tidak jujur, dan lain-lain.

4. Skala guttman
Skala guttman, atau disebut juga analisis skalogram, menggunakan serangkaian pernyataan yang terkait dengan suatu topik atau isu tertentu, dan kemudian disusun menurut derajat Intensitasnya. Skala guttman dirancang berdasarkan gagasan bahwa sejumlah pernyataan dapat disusun di sepanjang kontinum sedemikian rupa sehingga seseorang atau responden yang setuju dengan suatu pernyataan atau dapat menerima suatu pernyataan juga kan setuju atau dapat menerima pernyataan lainnya yang dinyatakan secara lebih lunak. Dengan kata lain skala guttman disusun berdasarkan fakta bahwa beberapa pernyataan tertentu bersifat lebih ekstrim atau keras dibandingkan pernyataan lainnya.

5. Skala thurstone
Pada pengukuran dengan menggunakan skala ini responden diminta untuk memilih apakah setuju atau tidak setuju dengan sejumlah pernyataan. Teknik dengan menggunakan skala ini sering digunakan pada banyak penelitian sosial khususnya komunikasi. Misalnya, penelitian mengenai efek stres terhadap komunikasi individu. Dengan menggunakan skala ini, peneliti dapat memberikan penilaian tingkat stres responden dengan cara menjumlahkan setiap poin dari pernyataan yang berhubungan dengan berbagai peristiwa yang terjadi pada diri individu pada masa lalu. Namun demikian, metode ini lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan teknik penelitian lainnya karena membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga yang lebih

Sumber : Morissan. 2014. METODE PENELITIAN SURVEI. Jakarta: Prada Media Group. (Hal 75-95)

Jumat, 30 September 2016

UNIT ANALISIS

E. UNIT ANALISIS

Unit analisis merupakan topik yang relevan bagi setiap riset sosial walaupun implikasi yang paling nyata dapat dilihat pada penelitian kuantitatif. Pemahaman mengenai unit  analisis terkadang sering meragukan ketika objek penelitian merupakan sekeumpulan orang dalam jumlah besar (agregat). Perbedaan yang sama antara unit analisis dan agregat terjadi pada penelitian eksplanatif. Unit analisis dalam suatu penelitian biasanya juga menjadi unit observasi. Dalam hal ini unit observasinya adalah individu suami dan istri, tetapi unit analisisnya (hal yang kita ingin teliti) adalah pasangan. Unit analisis adalah seluruh hal yang kita teliti untuk mendapatkan penjelasan ringkasan mengenai keseluruhan unit dan untuk menjelaskan berbagai perbedaan diantara unit analisis tersebut.  Penting bagi peneliti untuk menentukan unit analisisnya secara jelas dan tegas, ketidakjelasan unit analisis akan mengakibatkan peneliti tidak dapat menentukan siapa atau apa yang akan di amatinya.
Dalam kasus ini, unit analisis dikelompokan kedalam variabel seperti tingkat ekonomi, lokasi peristiwa dan tingkat bunuh diri.

1.Pembagian Unit Analisis
Mari kita tinjau analisis pada umumnya digunakan dalam riset ilmu sosial yang terdiri dari atas individu, kelompok, organisasi, interaksi sosial dan efek sosial.
a) Individu
Telah disinggung sebelumnya, individu manusia merupakan unit analisis yang sangat penting dalam riset ilmu sosial. Pada ilmu sosial, temuan hasil penelitian akan menjadi sangat berharga jika temuan tersebut dapat diterapkan atau berlaku bagi semua tipe manusia. Kelompok individu yang sering menjadi objek penelitian antara lain, pelajar, kelompok homoseksual, perkerja industri, dan lain-lain.

b) Kelompok
Berbagai kelompok sosial dapat pula menjadi unit analisis dalam penelitian ilmu sosial. Peneliti berupaya untuk memperoleh karakteristik yang dimiliki suatu kelompok yang dipandang sebagai satu enititas tunggal. sebagaimana unit analisis lainnya, kita dapat mengemukakan karakteristik kelompok-kelompok sosial berdasarkan individu anggotanya. misal : suatu keluarga, kelompok pertemanan, kelompok suatu kota dan lain-lain.

c) Organisasi
Topik penelitian lain terhadap perusahaan adalah untuk mengetahui apakah perusahaan besar memperkerjakan lebih banyak atau lebih sedikit karyawan yang berasal dari kelompok minoritas dibandingkan perusahaan kecil. misal: partai organisasi massa atau perusahaan.

d) Interaksi Sosial
Peneliti dapat pula melakukan penelitian terhadap interaksi yang terjadi pada masyarakat. Dalam hal ini interaksi sosial menjadi unit analisis penelitian terhadap interaksi sosial lain berarti mempelajari apa yang terjadi diantara individu.

e) Artefak Sosial
Artefak sosial adalah setiap produk yang di hasilkan makhlik sosial atau perilaku mereka. artefak sosial berupa buku, lukisan, bangunan, kendaraan, keramik atau lagu.

2. Kesalahan Unit Analisis 
Hal yang terpenting bagi peneliti adalah menetukan secara jelas siapa atau apa yang akan menjadi unit analisis. Jika hal ini terjadi tentu kesimpulan yang dihasilkan menjadi tidak valid, karena pernyataan mengenai suatu unit analisis didasarkan atas pengamatan pada unit analisis yang ada. Terdapat dua jenis kesalahan dalam hal penentuan unit analisis yang disebut; 1. kesalahan ekologis (eclogical fallacy)
dan 2. kesalahan reduksi (reductionism).

a) Kesalahan Ekologis
kesalahan ekologis mengacu pada kelompok atau perangkat atau sistem yaitu sesuatu yang lebih besar dari suatu individu.

b) Kesalahan Reduksi
Jenis kesalahan kedua terikat dengan unit analisis adalah kesalahan reduksi atau reduksionisme (reductionsm) mencakup upaya untuk menjelaskan suatu fenomena tersebut berdasarkan konsep terbatas atau aturan tingkat rendah.

F. KONSEPTUALISASI DAN PENGUKURAN 
Dalam kegiatan penelitian sering sekali objek atau sesuatu yang hendak kita teliti tidak jelas wujudnya karena tidak dapat dilihat, tidak dapat digenggam bahkan disentuh dan dirasakan oleh manusia. Bagaimana peneliti dapat mengukur objek atau hal-hal seperti; cinta, perasaan, religius, afiliasi politik atau agama mengukur variabel afilasi agama dapat dilakukan beberapa cara misalnya; memeriksa daftar keanggotaan seseorang pada suatu partai politik atau menanyakan pilihan seseirang dalam pemilu.
Cara lain adalah dengan menanyakan pertanyaan lain.

1. Konsep dan Konstruk
Penelitian dapat mengukur apa saja termasuk dua abstrak yang tidak bisa dilihat dan dirasakan oleh panca indra;
  • Kelompok pertama adalah objek yang bersifat direct observables yaitu hal-hal yang dapat diamati, secara langsung oleh panca indra.
  • Kelompok kedua adalah objek yang bersifat indirect observables yaitu hal-hal yang dapat diamati secara tidak langsung.
  • Kelompok ketiga adalah konstruk yaitu hal-hal yang tidak diamati secara tidak langsung lebih-lebih secara langsung.
Sebagaiman telah disinggung sebelumnya bahwa konstruk adalah suatu konsep sesuatu yang kita ciptakan berdasarkan konsep.

2. Indikator dan Dimensi
 Indikator adalah tanda yang menunjukan ada atau adanya konsep yang tengah kita pelajari. Dalam hal ini unit analisis yang kita gunakan adalah individu, kita dapat mengamati ada atau tidak adanya indikator-indikator tersebut pada diri orang yang diteliti. Ketika Jonathan Jackson (2005) mengukur rasa takut pada kejahatan (fear of crime) ia menggunakan sejumlah dimensi berbeda sebagai berikut;
  • Tingkat kecemasan menjadi korban kejahatan
  • Perkiraan kemungkinan menjadi korban pada setiap peristiwa kejahatan dilingkungan terdekat
  • persepsi untuk melakukan kontrol terhadap kemungkinan menjadi korban pada setiap peristiwa kejahatan dilingkungan terdekat.
  • persepsi mengenai tingkat keseriusan setiap kejahatan
  • kepercayaan peristiwa kejahatan dapat terjadi dilingkungan terdekat
  • persepsi seberapa besar sikap paling menghargai dilingkungan tetangga
  • persepsi terhadap kejahatan komunitas, termasuk kontrak sosial informasi dan model kepercayaan 
 Ada empat motivasi genosida adalah sebagai berikut ;
  1. Kenyamanan (convenience)
  2. Balas dendam (revenge)
  3. Ketakutan (fear)
  4. Pemurnian (Purifications)
3. Variabel dan Atribut 
Atribut atau nilai didefinisikan sebagai karakteristik atau kualitas yang menjelaskan suatu objek dalam hal ini manusia. Variabel adalah pengelompokan logisa dari sejumlah atribut. misalnya  laik-laki dan perempuan adalah atribut dan jenis kelamin tersebut dikatakan dua atribut tersebut. Variabel dan atribut merupakan fondasi bagi penelitian hubungan sebab akibat dalam penelitian ilmu sosial.

4. Variabel dan Kontinus
Suatu penelitian dapat menggunakan dua bentuk variabel yaitu variabel diskrit dan variabel kontinus. Kita bisa mengatakan bahwa perbedaan antara variabel diskrit dan kontinus dalam banyak kasus dapat dilaksanakan dengan mudah. Suatu variabel adalah kontinus jika data yang diperoleh berasal dari perhitungan (count) sedangkan data variabel diskrit berasal dari pengukuran (measurement).


Sumber : Morissan, Metode Penelitian Survei, Prenada Media Group, hal 46-74

TUJUAN PENELITIAN




C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ilmiah pada dasarnya adalah kegitian mengamati atau melakukan observasi atas suatu dan melakukan interprestasi atau analisis terhadap apa yang kita amati atas sesuatu itu. Namun sebelum kita dapat melakukan observasi dan analisis kita melakukan rencana. Kita perlu memutuskan mengenai apa yang kita amati, dan apa yang kita analisis, mengapa kita perlu harus melakukan hal itu, dan bagaimana caranya untuk itulah mempersiapkan rancangan atau design penelitian (research design) kita. Dengan kata lain, pertanyaan yang tepat telah mengandung jawaban  dengan sendirinya. Dalam praktiknya, setiap aspek dari desain penelitian adalah bersifat saling berhubungan.

Terdapat tiga tujuan yang paling umum dan paling berguna dalam penelitian yaitu eksploratif, deskriptif, dan eksplanatif. Suatu penelitian dapat saja memiliki lebih dari satu tujuan. Namun sebelumnya, kita perlu memahami masing-masing penelitian karena setiap tujuan yang digunakan akan memberikan konsekuensi berada terhdap aspek-aspek dari desain penelitian.

1. PENELITIAN EKSPLORATIF
 Hal ini dimaksud agar peneliti dapat mengenali dengan topik yang ditelitinya. Penelitian eskploratid bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai suatu topik penelitian untuk nantinya akan di teliti lebih jauh.

2. PENELITIAN DESKRIPTIF
 Peneliti mengamati sesuatu (objek penelitian) dan kemudian menjelaskan suatu kondisi sosial tertentu. misal,  berapakah tingkat pengangguran di suatu daerah.

3. PENELITIAN EKSPLANATIF
 Tujuan umum ketiga penelitian sosial adalah menjelaskan sesuatu. Penelitian eksplanatif memberikan penjelasan dan alasan dalam membentuk hubungan sebab akibat. misalnya, mengapa suatu kota memiliki tingkat pengangguran lebih tinggi dibandingkan kota lain.

D. HUBUNGAN VARIABEL

Dalam penelitian, upaya untuk menjelaskan suatu fenomena dengan menggunakan hubungan antar variabel sering disebut sebagai model nometetis (nomothetic explanation). Model ideografis bertujuan memperoleh  suatu pemahaman yang lengkap dan berkedalaman (in-depth) terhadap satu kasus tertentu.
Sebaiknya model nomotetis berupaya mencari penjelasan yang bersifat umum.

1). Syarat Hubungan Sebab Akibat
Sebagaimana dikemukakan Earl Babie (2008) suatu hubungan masuk kedalam kategori hubungan sebab akibat (causal relationship), jika memenuhi tiga syarat yaitu harus ada korelasi, urutan waktu dan orisinalitas hubungan.

a) Korelasi
=>  Kita tidak dapat mengatakan terdapat hubungan sebab akibat tanpa adanya suatu korelasi atau hubungan yang sebenarnya diantara dua variabel. misalnya, kita dapat mengatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang memiliki korelasi dengan jabatan yang dimiliki sebab akibat (hubungan postif), karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi jabatan yang didudukinya.

b) Urutan Waktu
=> Hubungan sebab akibat harus mengikuti urutan waktu (time order) yang benar. kita dapat mengatakan adanya hubungan sebab akibat kecuali "sebab" mendahului "akibat" secara urutan waktu.

c) Orisinalitas
=> Syarat ketiga bahwa ada dua variabel memiliki hubungan sebab akibat adalah jika kedua variabel memiliki hubungan sebab akibat yang orisinal bukan tipuan. Hubungan orisinal terpenuhi jika variabel akibat tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan variabel ketiga atau variabel lainnya. Jika variabel akibat masih dapat dijelaskan dengan menggunakan variabel sebab lainnya, maka tidak terdapat hubungan sebab akibat.

Pada contoh lain, adakah hubungan sebab akibat antara ukuran sepatu anak sekolah dengan kemampuan matematika? Dalam hal seperti ini ada hubungan positif dan orisinal diantara kedua variabel tersebut yaitu semakin besar ukuran sepatu,semakin pintar mereka dalam matematika.
Penjelasan mengenai hubungan sebab akibat yang disertai beberapa contoh sebelumnya menjelaskan bahwa kita bisa saja memiliki beberapa variabel sebab akibat yang dapat kita duga sebagai faktor yang bertanggung jawab bagi munculnya variabel akibat.

2) Penelitian Model Nomotetis
Dengan demikian sebelum suatu variabel sebab pasti yang dapat diketauhi, maka hubungan sebab akibat sebenarnya masih merupakan probabilitas atau kemungkinan, pada penelitian model nomotetis ini, dua variabel yang di perkiraanya memiliki sebab akibat.

Tiga hal harus dipahami pada penelitian hubungan sebab akibat ini yaitu :
1. kausalitas lengkap (complete causation) bahwa hubungan sebab akibat tidak dimaksudkan berlaku untuk keseluruhanya tipe hubungan sebab akibat
2. Kasus pengecualian yaitu hubungan sebab akibat tetap menerima adanya pengeluaran (excephonal case)
3. Mayoritas kasus

=> Kausalitas lengkap, sebagaimana penelitian ilmu sosial untuk mengetahui hubungan sebab akibat tidak berlaku kepada siapa saja dan bersifat mutlak karena dibatasi oleh pengecualian.
=> Kasus pengecualian, adanya suatu pengecualian tidak berarti hubungan sebab akibat menjadi tidak diterima.
=> Mayoritas kasus, hubungan sebab akibat tetap dapat dinyatakan benar walaupun tidak berlaku untuk sebagian besar kasus (majority cases).

Sumber : Morissan, Metode Penelitian Survei, Prenada Media Group, hal 34-45